Jumat, 19 Desember 2025

Richard Stallman: Kisah di Balik GNU & Copyleft yang Mengubah Dunia

Richard Matthew Stallman

Sumber Gambar: Oleh Ruben Rodriguez - https://media.libreplanet.org/u/libreplanet/m/richard-stallman-at-libreplanet-2019-2113/, CC BY 4.0, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=79484097 

Mengenal secara mendalam Richard Matthew Stallman, sang revolusioner perangkat lunak bebas. Kisah hidup, perjuangan mendirikan GNU, dan filosofi Copyleft yang melahirkan Linux.

Bayangkan dunia di mana setiap kali kamu membeli mobil, kamu dilarang membuka kap mesinnya. Kalau rusak, hanya dealer resmi yang boleh memperbaikinya. Modifikasi? Itu melanggar hukum. Berbagi desain mesin dengan tetangga untuk membantu mereka? Itu pembajakan. Kedengarannya gila, bukan? Tapi itulah tepatnya dunia perangkat lunak yang kita huni selama puluhan tahun. Dan seorang pria berjanggut, dengan sandal dan kaos bertuliskan "Free as in Freedom", memutuskan untuk melawan seluruh sistem itu. Namanya adalah Richard Matthew Stallman, dan ini adalah kisah tentang bagaimana idealismenya yang tak tergoyahkan melahirkan gerakan yang mendasari hampir semua teknologi modern yang kita gunakan hari ini.

Masa Awal: Si Jenius yang Kesepian di Lab AI MIT

RMS, begitu ia sering disapa, lahir pada 16 Maret 1953 di New York. Sejak kecil, ia sudah menunjukkan ketertarikan yang mendalam pada sains dan matematika. Namun, titik baliknya terjadi ketika ia pertama kali berkunjung ke Laboratorium Kecerdasan Buatan (AI Lab) MIT sebagai mahasiswa pascasarjana Harvard pada tahun 1971. Di sana, ia menemukan surga.

Bayangkan suasana lab MIT di era 70-an dan awal 80-an. Bukan lab steril penuh protokol ketat, tapi lebih seperti komunitas hacker (dalam arti positif: pemecah masalah yang jenius). Suasanya penuh dengan mesin PDP-10, papan ketik yang berderak, dan aroma kopi yang tak pernah hilang. Yang paling penting adalah budaya berbagi. Perangkat lunak tidak "dimiliki" oleh siapa pun. Kode sumber—bahasa manusia di balik program komputer—bebas dibaca, dimodifikasi, dan dibagikan ke siapa saja. Jika ada bug, seseorang akan memperbaikinya. Jika ada fitur baru yang keren, mereka akan membagikannya. Ini adalah ekosistem simbiosis mutualisme yang sempurna.

Stallman, dengan kecerdasan dan dedikasinya, cepat menjadi bintang di lab itu. Ia menciptakan editor teks Emacs (awalnya singkatan dari Editor MACroS) yang legendaris—sebuah program yang begitu fleksibel dan powerful hingga masih digunakan oleh programmer dan penulis hingga hari ini. Tapi Emacs versi awal itu adalah perangkat lunak bebas. Siapa pun boleh memakainya, mempelajarinya, dan memperbaikinya.

RMS hidup dan bernapas dalam budaya ini. Baginya, lab itu adalah rumah, dan para hacker adalah keluarganya. Namun, awan gelap mulai mengumpul di ufuk.

Krisis dan Pengkhianatan: Ketika Dunia Lama Runtuh

Pada awal 1980-an, revolusi komputer pribadi dan industri perangkat lunak komersial mulai merebak. Perusahaan-perusahaan seperti Apple dan Microsoft melihat perangkat lunak sebagai komoditas rahasia, sebagai "hak milik" (proprietary) yang harus dilindungi dengan hak cipta dan lisensi ketat. Kode sumber dikunci rapat-rapat.

Dampaknya langsung terasa di AI Lab MIT. Banyak hacker terbaik direkrut oleh perusahaan rintisan dengan gaji menggiurkan. Budaya berbagi mulai sirna. Pukulan terakhir datang ketika MIT sendiri mendapat mesin baru PDP-10, dan sistem operasinya adalah perangkat lunak proprietary. Stallman dilarang mengakses kode sumbernya. Ia bahkan mendengar cerita seorang tetangganya di Stanford yang menolak membagikan kode sumber printer karena sudah menandatangani perjanjian kerahasiaan (Non-Disclosure Agreement/NDA).

Bagi Stallman, ini adalah pengkhianatan terhadap etika hacker. Ini bukan sekadar perubahan bisnis; ini adalah masalah moral. Perangkat lunak proprietary, baginya, adalah sistem sosial yang tidak sehat. Itu membuat pengguna tidak berdaya, bergantung sepenuhnya pada vendor, dilarang belajar, dilarang berbagi, dilarang berkolaborasi. Itu memecah-belah komunitas yang ia cintai. Perasaan ini begitu mendalam hingga ia menggambarkannya seperti seseorang yang kehilangan kekasihnya. Dunianya runtuh.

Pada Januari 1984, ia melakukan langkah radikal: mengundurkan diri dari MIT (meski kemudian tetap menjadi Research Affiliate agar punya akses ke lab) untuk mencegah institusi itu mengklaim hak atas karya barunya. Ia pun memulai proyek yang terdengar mustahil: menciptakan sistem operasi komputer yang lengkap dan sepenuhnya bebas.

Lahirnya Manifesto GNU: Sebuah Deklarasi Perang atas Nama Kebebasan

Pada September 1983, Stallman mengumumkan proyeknya di forum internet era itu. Namanya: GNU. Itu adalah akronim rekursif yang jenaka: "GNU's Not Unix!" (GNU Bukan Unix!). Ia memilih meniru arsitektur Unix karena Unix saat itu sudah populer, modular, dan stabil. Tujuannya jelas: membuat klon Unix yang 100% bebas.

Pada Maret 1985, ia menerbitkan "GNU Manifesto", sebuah dokumen yang tidak hanya teknis, tetapi juga filosofis dan politis. Di dalamnya, ia menjelaskan mengapa perangkat lunak harus bebas. Ia mendefinisikan "bebas" (free) bukan sebagai "gratis" (free beer), tetapi sebagai kebebasan (free speech). Ada empat kebebasan esensial yang ia canangkan:

Kebebasan 0: Kebebasan untuk menjalankan program sesuai keinginan Anda.
Kebebasan 1: Kebebasan untuk mempelajari cara kerja program, dan mengubahnya sesuai keperluan Anda (akses ke kode sumber adalah prasyarat).
Kebebasan 2: Kebebasan untuk mendistribusikan kembali salinan program untuk membantu sesama.
Kebebasan 3: Kebebasan untuk mendistribusikan salinan dari versi yang telah Anda modifikasi kepada orang lain. Dengan ini, Anda dapat memberikan kesempatan kepada komunitas untuk menikmati manfaat dari perubahan Anda.

Manifesto ini adalah seruan perang. Tapi perang tidak dimenangkan dengan manifestos saja. Butuh senjata. Dan senjata hukum yang ia ciptakan itu akan mengubah segalanya: Copyleft.

Copyleft: Liciknya Memutar Balik Hak Cipta untuk Melindungi Kebebasan

Di sinilah genius Stallman yang sesungguhnya muncul. Musuhnya menggunakan hukum hak cipta (copyright) tradisional untuk membatasi kebebasan—untuk "mengunci" perangkat lunak. Alih-alih menolak hak cipta, Stallman memutuskan untuk menggunakan hak cipta itu sendiri sebagai alat pelindung kebebasan. Ia menciptakan konsep yang ia sebut "Copyleft" (lawan dari copyright).

Idenya sederhana tapi brilian: Saya memegang hak cipta atas karya saya. Tapi alih-alih berkata "Kamu dilarang mendistribusikan ulang atau memodifikasi," lisensi Copyleft berkata: "Kamu boleh mendistribusikan ulang dan memodifikasi, asalkan kamu memberikan kebebasan yang sama kepada orang lain yang menerima karyamu."

Lisensi ini memastikan bahwa kebebasan tidak hanya diberikan, tetapi juga dilestarikan. Jika kamu mengambil perangkat lunak Copyleft, memodifikasinya, lalu membagikannya, kamu harus membagikan kode sumber modifikasimu di bawah lisensi yang sama. Ini mencegah seseorang mengambil perangkat lunak bebas, menguncinya, dan mengubahnya menjadi proprietary. Kebabasan itu bersifat menular.

Pada tahun 1989, konsep ini diwujudkan dalam lisensi hukum formal: GNU General Public License (GPL). GPL adalah masterpiece Stallman. Ini lebih dari sekadar lisensi perangkat lunak; ini adalah kontrak sosial. Ini menjamin bahwa karya yang lahir dari komunitas, akan selamanya tinggal di dalam dan untuk komunitas.

Free Software Foundation (FSF) dan Perjuangan yang Tak Kenal Lelah

Untuk mendukung proyek GNU secara hukum dan finansial, Stallman mendirikan Free Software Foundation (FSF) pada 1985. FSF bukan perusahaan yang mencari keuntungan. Ini adalah organisasi nirlaba dengan misi evangelis: mempromosikan kebebasan pengguna komputer.

Di bawah payung FSF, proyek GNU berkembang. Stallman dan relawan-relawan awal menciptakan komponen-komponen sistem yang vital: compiler GCC (untuk menerjemahkan kode), debugger GDB, shell Bash, dan tentu saja, perpanjangan dari editor Emacs. Ribuan baris kode ditulis. Tapi satu komponen kritis masih hilang: kernel—inti dari sistem operasi yang berkomunikasi langsung dengan hardware. Proyek kernel GNU, disebut Hurd, terbukti sangat rumit dan perkembangannya lambat.

Ledakan Besar: Ketika GNU Bertemu dengan Kernel Linus

Kemudian, pada tahun 1991, seorang mahasiswa Finlandia bernama Linus Torvalds membuat kernel mirip Unix untuk PC rumahan dan merilis kodenya ke internet. Kernel itu bernama Linux. Yang penting, Linus merilisnya di bawah lisensi GPL milik GNU.

Komunitas dengan cepat menyadari: kernel Linux + semua komponen sistem GNU = sistem operasi lengkap yang bebas. Kombinasi ini meledak dalam popularitas. Orang-orang mulai menyebut sistem ini sebagai "Linux".

Di sinilah muncul salah satu kontroversi dan kekecewaan terbesar Stallman. Meskipun ia menghargai kontribusi Linus, ia sangat bersikeras bahwa sistem itu harus disebut "GNU/Linux" untuk mengakui kontribusi fundamental proyek GNU. Bagi Stallman, ini bukan soal ego, tapi soal memberi kredit yang benar pada gerakan filosofis yang memungkinkan Linux ada. Tanpa komponen GNU dan lisensi GPL, Linux hanyalah kernel yang menarik, bukan sebuah sistem operasi revolusioner. Perdebatan penamaan ini masih berlangsung hingga hari ini, menunjukkan betapa kuatnya Stallman memegang prinsip.

Manusia yang Kontroversial: Kesederhanaan, Kegigihan, dan Cara yang "Sulit"

Tak bisa dipungkiri, Richard Stallman adalah pribadi yang kontroversial. Gaya hidupnya sangat asketis. Ia tinggal di kantor kecil di MIT bertahun-tahun, tanpa televisi, sering hanya makan sereal dan makanan sederhana. Penampilannya—janggut panjang, rambut gondrong, dan kaos bertuliskan pesan filosofis—sering jadi bahan gunjingan di dunia korporat teknologi.

Cara berkomunikasinya juga terkenal langsung, tidak kenal kompromi, dan sering dianggap arogan. Bagi Stallman, tidak ada wilayah abu-abu dalam masalah kebebasan. Sesuatu itu bebas, atau tidak. Istilah seperti "Open Source" yang populer digunakan akhir 90-an (untuk membuat filosofi ini lebih "dapat dijual" secara komersial) ia tolak mentah-mentak. Baginya, itu mengaburkan pesan moral tentang kebebasan dan hanya berfokus pada keuntungan praktis. Ia tetap pada istilah "Free Software".

Pandangan dan komentarnya di luar dunia perangkat lunak—tentang politik, privasi, dan isu sosial—juga sering memicu badai kontroversi, bahkan di dalam komunitasnya sendiri. Banyak yang mengagumi tekad dan visinya, tetapi frustrasi dengan caranya yang dianggap kurang diplomatis.

Warisan Abadi: Dunia yang Dibangun di atas Pundak GNU

Terlepas dari segala kontroversinya, pengaruh Stallman tidak terbantahkan. Mari kita lihat warisannya yang konkret:

  1. Linux dan Dunia Server: Mayoritas server di internet, termasuk yang menjalankan Google, Facebook, dan Amazon, berjalan di atas GNU/Linux. Cloud computing modern berdiri di atas fondasi ini.
  2. Android: Sistem operasi telepon pintar paling populer di dunia menggunakan kernel Linux yang dilisensikan di bawah GPL. Meski lapisan atasnya tidak sepenuhnya bebas, intinya adalah produk dari filosofi Copyleft.
  3. Gerakan Open Source: Meski ia tidak setuju dengan istilahnya, gerakan Open Source adalah cucu dari Free Software Movement. Perusahaan seperti IBM, Google, dan Red Hat mengadopsi model pengembangan terbuka berkat jalan yang dibuka Stallman.
  4. Lisensi GPL: Ribuan proyek, termasuk WordPress (CMS paling populer di dunia), Git (sistem version control), dan GNU/Linux distribusi, menggunakan GPL. Ini adalah lisensi perangkat lunak bebas yang paling banyak digunakan.
  5. Kesadaran akan Hak Digital: Stallman adalah salah satu orang pertama yang berbicara tentang bahaya Digital Rights Management (DRM), pelacakan pengguna, dan perangkat lunak proprietary sebagai alat kontrol sosial. Wacananya sangat relevan di era pelanggaran privasi oleh korporasi besar.

Kesimpulan: Visioner yang Tidak Sempurna yang Mengubah Arus Sejarah

Richard Stallman bukanlah orang yang mudah. Ia bukan eksekutif yang tampan dengan presentasi PowerPoint yang menarik. Ia bukan diplomat. Ia adalah seorang fanatik kebenaran dalam arti yang paling murni—seorang nabi di padang gurun teknologi yang menyerukan perlawanan terhadap ketergantungan dan ketidakberdayaan.

Proyek GNU dan lisensi Copyleft-nya adalah sebuah revolusi diam-diam. Ia membuktikan bahwa model produksi berbasis komunitas, transparansi, dan kolaborasi tidak hanya bisa bekerja, tetapi bisa mengalahkan model proprietary tertutup di banyak bidang. Internet yang kita kenal, dengan segala kemungkinan terbukanya, tidak akan mungkin ada tanpa fondasi perangkat lunak bebas yang ia rintis.

Jadi, siapakah Richard Matthew Stallman? Ia adalah seorang pria yang melihat dunianya hancur oleh komersialisasi yang rakus, dan alih-alih meratapi, ia memutuskan untuk membangun kembali dunia itu dari nol—sebuah dunia yang dibangun di atas kebebasan, bukan kuncian. Sebuah dunia di mana pengetahuan dibagikan, bukan disembunyikan. Kisahnya adalah pengingat bahwa satu orang dengan keyakinan yang kuat dapat melawan arus, dan terkadang—meski dengan segala kerumitan dan kekurangannya—orang itu bisa benar-benar mengubah dunia untuk selamanya.

Lain kali kamu mengunduh aplikasi open source, menggunakan router berbasis Linux, atau membaca tentang perusahaan yang berkontribusi kode ke komunitas, ingatlah pria berjanggut dengan sandal itu. Itu adalah warisannya. Sebuah dunia yang sedikit lebih bebas, berkat visinya yang tak kenal kompromi.

Setiap komentar kami moderasi...
Silahkan berkomentar dengan bijak... Dilarang SPAM dan menyantumkan link aktif...
EmoticonEmoticon